The Digital Marketing Gap in Agriculture (Study Case Farmers at Ngale Village, Ngawi District, Indonesia)

Authors

  • Kirana Sekar Ayunda LSPR Institute of Communication and Business
  • Noprita Herari

DOI:

https://doi.org/10.29303/jcommsci.v8i2.531

Abstract

The digital transformation offers significant benefits, yet a digital marketing gap exists in the agricultural sector, particularly in emerging economies like Indonesia, hindering smallholder farmers in rural areas despite agriculture's economic importance. This study investigates this gap in Ngawi Regency, a key rice-producing region. Employing a qualitative method, the research utilized interviews with farmers, local residents, and agricultural experts, and secondary data from a literature review, analyzed through Van Dijk's Digital Divide Theory. Findings reveal that while farmers acknowledge digital marketing's potential, they face significant barriers including limited motivation, physical and material access, digital literacy, and prevailing reliance on traditional sales channels and middlemen. This is due to financial constraints, lack of structured training and support, complex digital platforms, and trust issues. The implications highlight the need for structured interventions such as financial assistance, accessible training programs integrated into farmer cooperatives, user-friendly platforms, and community-led initiatives to bridge this gap and enhance farmers' livelihoods and competitiveness in the digital economy. Future research should broaden the scope and explore effective intervention strategies. Transformasi digital menawarkan berbagai manfaat signifikan, namun kesenjangan pemasaran digital masih menjadi tantangan dalam sektor pertanian, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Kesenjangan ini menghambat petani di daerah pedesaan, meskipun sektor pertanian memiliki peran ekonomi yang krusial. Penelitian ini meneliti kesenjangan tersebut di Kabupaten Ngawi, salah satu daerah penghasil padi utama di Indonesia. Dengan menggunakan metode kualitatif, penelitian ini mengumpulkan data melalui wawancara dengan petani, masyarakat lokal, dan pakar pertanian, serta data sekunder dari studi literatur yang dianalisis menggunakan Teori Digital Divide dari Van Dijk.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun petani memahami potensi pemasaran digital, mereka menghadapi hambatan besar, termasuk motivasi yang rendah, keterbatasan akses fisik dan material, rendahnya literasi digital, serta ketergantungan pada saluran penjualan tradisional dan peran tengkulak. Faktor-faktor yang memperburuk kondisi ini meliputi kendala finansial, kurangnya pelatihan dan dukungan yang terstruktur, kompleksitas platform digital, serta isu kepercayaan terhadap transaksi daring.  Temuan ini menegaskan perlunya intervensi yang terstruktur, seperti bantuan keuangan, program pelatihan yang mudah diakses dan terintegrasi dalam koperasi petani, pengembangan platform yang ramah pengguna, serta inisiatif berbasis komunitas. Langkah-langkah ini diperlukan untuk menjembatani kesenjangan digital dan meningkatkan kesejahteraan serta daya saing petani dalam ekonomi digital. Penelitian selanjutnya disarankan untuk memperluas cakupan wilayah dan mengeksplorasi strategi intervensi yang lebih efektif.

Downloads

Published

2025-05-31